Satu lagi, Irjen Pol Basaria Panjaitan adalah wanita yang pertama,
yang berhasil lolos hingga masuk dalam tahap akhir seleksi Calon
Pimpinan KPK, yaitu fit and proper test di DPR.
Tentu, faktor wanita bukan satu-satunya yang membangunkan harapan
pada Irjen Pol Basaria Panjaitan untuk pemberantasan korupsi di
Indonesia. Yaitu, re-positioning peran lembaga korupsi Komisi
Pemberantasan Korupsi Indonesia.
Di hadapan panitia seleksi pimpinan KPK, di Sekretariat Negara pada
Senin, 24 Agustus 2015, Basaria Panjaitan yang masih berpangkat Brigadir
Jenderal, menegaskan tentang visinya tentang kelembagaan pemberantasan
korupsi itu, bahwa: “KPK tidak boleh memonopoli tindak pidana korupsi.
Sebagai trigger mechanism berikan saja penyelidikan pada polisi dan
jaksa, tinggal bagaimana KPK mengkoordinir penyelidikannya.”
Fakta, inilah masalah besar yang terjadi dan sedang dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini.
Strategi penindakan, yang menonjolkan kelembagaan sebagai
satu-satunya kekuatan superbody dalam memberantas korupsi, justru
menjadikan strategi pemberantasan korupsi yang dijalankan lembaga itu
dipertanyakan.
Bahkan, mereduksi kepercayaan publik atas kinerja lembaga tersebut, saat dua pimpinannya ditetapkan sebagai tersangka.
Pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Prof Romli
Atmasasmita dalam berbagai kesempatan secara tegas menyatakan, ada
persoalan pada mekanisme penanganan perkara di KPK. Mulai dari masuknha
pengaduan masyarakat sampai ke penyelidikan, banyak ditemukan hal-hal
yang tidak teliti dan ceroboh.
Ada fakta perkara pada waktu naik ke penyidikan, sudah jadi
tersangka, barang buktinya tidak jelas. Penetapan tersangka yang masih
belum jelas pembuktiannya dan sudah jadi tersangka, tidak bisa
digugurkan karena tidak adanya mekanisme SP3.
Ini, hanya satu dari sekian banyak bagian yang hatus dibangun, dikuatkan, disempurkan melalui revisi UU KPK.
Irjen Pol Basaria Panjaitan, makin memperjelas persoalan itu dalam wawancara terbukanya dengan Pansel Capim KPK.
“KPK sebagai trigger mechanism. KPK harus mendorong kinerja
kepolisian dan kejaksaan agar lebih efektif menangani tindak pidana
korupsi. KPK harus melakukan koordinasi dalam hal-hal tertentu. Begitu
melihat ada sesuatu yang tidak jelas atau kurang tepat oleh polisi dan
jaksa, KPK bisa take over.”
Ini jelas komitmen yang memberi harapan. Karena, sejak awal
dibentuknya KPK, sesungguhnya lembaga itu lahir bukan untuk melemahkan
institusi penegakan hukum yang sudah ada. Melainkan, untuk menguatkan.
Sebab, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung telah ada
sejak Republik Indonesia berusia masih sangat muda. Dua institusi hukum
ini, menjadi pilar yang tak terpisahkan dalam penegakan hukum. Mereduksi
kedua lembaga ini, hanya untuk menunjukkan kekuatan lembaga penegakan
hukum yang lain, tidak akan membuat hukum berjalan adil dan berkeadilan.
Sebaliknya, berpotensi melahirkan friksi dan masuknya kepentingan
tertentu.
Irjen Pol Basaria Panjaitan menegaskan komitmen itu. Bahwa Polri
adalah lembaga, bukan orang-perorangan. Begitu juga lembaga lain.
Inilah sesi tanya-jawab Basaria Panjaitan dengan Pansel Capim KPK saat itu:
Betty Alisjahbana, Pansel Capim KPK:
Bagaimana jika nanti yang Ibu hadapi adalah senior yang pernah berjasa menaikkan pangkat Ibu?
Basaria Panjaitan, Capim KPK:
Saya akan tetap independen. Saya sudah bertekad untuk menegakkan peraturan yang ada dan melaksanakan amanah sebaik mungkin.
Ibu percaya sama saya. Di polisi, yang menaikkan pangkat tidak
perorangan. Saya tidak tahu siapa yang naikkan pangkat saya, tahu-tahu
TR turun.
Harkristuti Harkrisnowo, Pansel Capim KPK:
Apakah Ibu bisa independen sebagai anggota Polri selama bertahun-tahun.
Basaria Panjaitan, Capim KPK:
Bisa. Saya bisa untuk tetap independen. Lebih bagus saya dimarahi
pimpinan kalau diperintahkan melakukan hal yang tidak sesuai. Itu yang
saya yakini. Saya digaji pemerintah, untuk apa saya melakukan yang tidak
seharusnya saya lakukan.
Inilah Irjen Pol Basaria Panjaitan, calon pimpinan KPK yang
membangunkan harapan. Bukan untuk menunjukkan satu lembaga penegakan
hukum lebih hebat dari yang lainnya. Tapi, membangunkan harapan bahwa
korupsi menjadi persoalan besar bangsa ini. Butuh kekuatan yang bisa
menyatukan lembaga penegakan hukum untuk bekerja sesuai harapan bangsa,
dan rakyat Indonesia.
0 comments:
POST A COMMENT