Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW)
menilai performa 2 lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan Agung dan
Polri dalam kurun waktu 1 tahun pemerintahan Jokowi-JK belum bekerja
dengan maksimal. Khususnya penanganan sejumlah kasus korupsi yang diusut
kedua lembaga tersebut.
Berdasarkan data yang dirilis ICW, terdapat 319 kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dan Polri dalam kurun waktu Januari hingga Minggu kedua Oktober 2015. Kedua lembaga ini sudah menetapkan 664 orang sebagai tersangka dengan nilai total kerugian negara sebesar Rp 1,48 triliun.
"Meski secara kuantitas penanganan perkara dan kerugian negara sudah cukup banyak, namun secara kualitas tidak banyak kasus korupsi kelas kakap yang berhasil dituntaskan," ujar peneliti ICW Siti Juliantari di Jakarta, Selasa (20/10/2015).
Untuk Kejaksaan Agung, ICW mengkritisi lembaga yang dipimpin HM Prasetyo tersebut, dinilai belum mampu menyelesaikan perkara korupsi dalam skala besar. Meski pada awal 2015 lembaga ini cukup memberikan harapan.
"Kejaksaan juga belum menyelesaikan piutang pengganti hasil korupsi senilai lebih Rp 13 triliun dan eksekusi perkara yang melibatkan Yayasan Supersemar milik keluarga Soeharto," kata Siti.
Sementara terkait penanganan perkara di Polri, ICW menganggap korps Bhayangkara ini juga masih belum maksimal. Terutama dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sejumlah kasus yang ditangani Polri, kata Siti, seakan tidak berjalan sesuai harapan. Contohnya adalah kasus pengadaan UPS di Pemprov DKI dan dugaan korupsi di PT Pelindo II.
Selain itu, ICW juga mengkritik sikap kedua lembaga ini yang tidak cukup terbuka dalam hal informasi pengusutan kasus korupsi. Padahal, ICW pernah berusaha meminta informasi perkembangan kasus, namun kurang ditanggapi.
"Karena data yang tertutup, menjadi tidak jelas pula apakah Kepolisian dan Kejaksaan melaksanakan mandat program Nawacita di sektor penegakan hukum," pungkas Siti Juliantari.
Berdasarkan data yang dirilis ICW, terdapat 319 kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dan Polri dalam kurun waktu Januari hingga Minggu kedua Oktober 2015. Kedua lembaga ini sudah menetapkan 664 orang sebagai tersangka dengan nilai total kerugian negara sebesar Rp 1,48 triliun.
"Meski secara kuantitas penanganan perkara dan kerugian negara sudah cukup banyak, namun secara kualitas tidak banyak kasus korupsi kelas kakap yang berhasil dituntaskan," ujar peneliti ICW Siti Juliantari di Jakarta, Selasa (20/10/2015).
Untuk Kejaksaan Agung, ICW mengkritisi lembaga yang dipimpin HM Prasetyo tersebut, dinilai belum mampu menyelesaikan perkara korupsi dalam skala besar. Meski pada awal 2015 lembaga ini cukup memberikan harapan.
"Kejaksaan juga belum menyelesaikan piutang pengganti hasil korupsi senilai lebih Rp 13 triliun dan eksekusi perkara yang melibatkan Yayasan Supersemar milik keluarga Soeharto," kata Siti.
Sementara terkait penanganan perkara di Polri, ICW menganggap korps Bhayangkara ini juga masih belum maksimal. Terutama dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sejumlah kasus yang ditangani Polri, kata Siti, seakan tidak berjalan sesuai harapan. Contohnya adalah kasus pengadaan UPS di Pemprov DKI dan dugaan korupsi di PT Pelindo II.
Selain itu, ICW juga mengkritik sikap kedua lembaga ini yang tidak cukup terbuka dalam hal informasi pengusutan kasus korupsi. Padahal, ICW pernah berusaha meminta informasi perkembangan kasus, namun kurang ditanggapi.
"Karena data yang tertutup, menjadi tidak jelas pula apakah Kepolisian dan Kejaksaan melaksanakan mandat program Nawacita di sektor penegakan hukum," pungkas Siti Juliantari.
0 comments:
POST A COMMENT