SURABAYA,INTELIJENPOST.COM
Sudirman
Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) melaporkan salah satu
politisi Senayan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan DPR yang mencatut nama
Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapat jatah 20,64 persen saham PT.
Freeport Indonesia yang didivestasikan ke pihak nasional (pemerintah pusat,
daerah, BUMN-BUMD, dan swasta nasional).
Sementara permintaan itu muncul dalam
transkrip pembicaraan antara politisi, salah satu pengusaha, dan perwakilan
Freeport. Jika Freeport sepakat dengan
permintaan politisi itu, maka raksasa tambang asal Amerika Serikat itu bisa
mengakumulasi modal dari kekayaan tambang emas dan tembaga di Grasberg, Papua,
sampai tahun 2041.
Selanjutnya,
Intelijenpost coba konfirmasi berita ini dengan Kepala humas Badan Intelijen
Pejuang’ 45 ( BIP’ 45 ) Lahane Aziz menuturkan, seharusnya Menteri ESDM
Sudirman Said tidak perlu melaporkan salah satu politisi Senayan tersebut
kepada Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, padahal masalah mencatut nama Presiden
dan Wakil Presiden pada awal berhembus kasus ini tidak dipermasalahkan.
Menurut
Aziz, karena politisi Senayan mencatut nama Presiden dan Wakilnya ini semua
hanya keterpaksaan saja supaya pihak Freeport percaya dan mengakuinya, tapi
dibalik semua itu upaya lobi – lobi bisnisnya dengan Freeport belum berhasil, disamping
itu juga belum ada bukti penandatanganan suatu perjanjian apapun sehingga yang
bersangkutan dinilai belum merugikan Pemerintah atau pihak Freeport karena
politisi tersebut belum mengambil dan mendapat keuntungan berupa apapun juga,
ujarnya.
Disisi
lain, masalah PT. Freeport perlu dicermati karena 25 tahun pertama beroperasi
Pemerintah Republik Indonesia tidak menerima bagi hasil dari penambangan emas,
kemudian dari kurang lebih 300 Kilogram emas setiap hari Indonesia hanya
menerima satu persen, jelas Aziz. Imbuh
Aziz, jadi permasalahan salah satu politisi Senayan yang mencatut nama Presiden
dan Wakil Presiden untuk mendapat jatah saham PT. Freeport, namun yang
dipermasalahkan itu belum berhasil, semua ini dapat diselesaikan secara intern
di Istana Negara maupun di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, sebab ibaratnya Freeport
makan kacang ( isinya ), Pemerintah Indonesia ribut soal kulit kacangnya.
Situasi
Freeport memang sedang melakukan renegosiasi kontrak; penerimaan negara, luas
lahan, perpanjangan kontrak, kewajiban divestasi, kewajiban pengolahan dalam
negeri, dan kewajiban penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri dengan
pemerintah.
Menyangkut dari renegosiasi adalah meninjau kembali kontrak-kontrak lama yang
dianggap merugikan negara. Renegosiasi kontrak adalah perintah konstitusi UUD
1945 yang mengamanatkan pertambangan strategis perlu dikelola negara untuk
kesejahteraan rakyat.
Bahkan, sampai saat ini, Freeport dan pemerintah belum sepakat untuk membangun
smelter di Papua. Freeport berkukuh tetap membangun smelter di Gresik, Jawa
Timur, berpartner dengan Mitsubishi Material Corp.
Adanya pembangunan smelter baru ini juga untuk mengantisipasi produksi tembaga
dari tambang underground; Deep Ore Zone Block Cave, Big Gossan, Deep
Mill Level Zone Block Cave, dan Grasberg Block Cave, sebesar 24.000 pound
tembaga tahun 2018.
Lantas tak memungkinkan, pilihan lokasi pembangunan smelter di Gresik tak adil.
Antara Papua dan Gresik adalah jarak yang jauh. Melintasi pulau yang jauh dan
melewati lautan luas minus infrastruktur laut.
Kemudian dari lokasi yang jauh membutuhkan logistik pengangkutan. Pilihan
lokasi pembangunan smelter di Gresik menyebabkan Papua kehilangan kesempatan
investasi karena produk ikutan dari tembaga sangat banyak.
Disamping itu, PT Smelting yang berkapasitas 300.000 ton, misalnya, memproduksi
sulfuric acid (920.000 ton per tahun), gypsum (35.000 ton, untuk
industri semen), copper slag (655.000 ton untuk semen dan beton), anode
slime (1.800 ton untuk pemurnian emas
dan perak), dan copper telluride (50 ton, untuk semikonduktor).
Maka smelter baru dibangun di Mimika, Papua mendapat untung besar karena produk
ikutan itu akan membuka ruang bagi mekarnya proses Industrialisasi di Papua. (
IP )
0 comments:
POST A COMMENT