Anggota kepolisian berdialog dengan pengemudi ojek daring atau GoJek yang berunjuk rasa di depan kantor GoJek, Jalan Tidar, Surabaya, Jawa Timur, 3 Desmeber 2015.
Jakarta - Ketua Organda
DKI Jakarta Safruhan Sinungan mengaku prihatin atas pernyataan Presiden
Joko Widodo yang mempersoalkan pelarangan operasi ojek online yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. "Jadi bagaimana bisa bener, presiden dan pejabat-pejabatnya juga disuruh melanggar aturan," ujarnya, Jumat, 18 Desember 2015.
Shafruhan menilai dibiarkannya transportasi berbasis online merupakan pelanggaran terhadap undang-undang yang ditetapkan pemerintah sendiri. Semestinya, menurut dia, Presiden memerintahkan menterinya merevisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 sebelum memberi izin operasi kepada transportasi tersebut. "Semua harus mengacu kepada UU yang berlaku, jangan mengizinkan kendaraan angkutan ilegal beroperasi sebelum direvisi undang-undangnya," ucapnya.
Siang tadi, Presiden Joko Widodo mencabut larangan beroperasi taksi dan ojek online yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Dia mengatakan ojek online hadir karena kebutuhan masyarakat. Jokowi tak mau, karena aturan, ada yang dirugikan dan menderita.
"Peraturan itu yang buat siapa sih? Yang buat kan kita. Sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, saya kira enggak ada masalah," katanya di Istana Bogor, Jumat, 18 Desember 2015. "Peraturan kan bisa transisi sampai kita, misalnya transportasi massal sudah bagus, sudah nyaman, sehingga nanti secara alami orang akan memilih ke mana dia akan menentukan pilihan."
Jokowi tidak ingin aturan menghambat upaya inovasi dan ide dari generasi muda. "Jangan sampai kita mengekang sebuah inovasi. Kayak Go-Jek itu kan aplikasi anak-anak muda yang ingin berinovasi, sebuah ide. Jadi jangan sampai juga mengekang inovasi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta pemilik kendaraan umum berbasis aplikasi online berhenti beroperasi. Hal ini diperkuat oleh adanya surat yang dia layangkan kepada Polri pada Senin, 9 November 2015. Dalam surat yang tertulis untuk kepolisian tersebut, Jonan menilai adanya sepeda motor dan mobil berbasis aplikasi yang mengangkut orang dan barang dengan memungut biaya kerap menimbulkan pro dan kontra.
Shafruhan menilai dibiarkannya transportasi berbasis online merupakan pelanggaran terhadap undang-undang yang ditetapkan pemerintah sendiri. Semestinya, menurut dia, Presiden memerintahkan menterinya merevisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 sebelum memberi izin operasi kepada transportasi tersebut. "Semua harus mengacu kepada UU yang berlaku, jangan mengizinkan kendaraan angkutan ilegal beroperasi sebelum direvisi undang-undangnya," ucapnya.
Siang tadi, Presiden Joko Widodo mencabut larangan beroperasi taksi dan ojek online yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Dia mengatakan ojek online hadir karena kebutuhan masyarakat. Jokowi tak mau, karena aturan, ada yang dirugikan dan menderita.
"Peraturan itu yang buat siapa sih? Yang buat kan kita. Sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, saya kira enggak ada masalah," katanya di Istana Bogor, Jumat, 18 Desember 2015. "Peraturan kan bisa transisi sampai kita, misalnya transportasi massal sudah bagus, sudah nyaman, sehingga nanti secara alami orang akan memilih ke mana dia akan menentukan pilihan."
Jokowi tidak ingin aturan menghambat upaya inovasi dan ide dari generasi muda. "Jangan sampai kita mengekang sebuah inovasi. Kayak Go-Jek itu kan aplikasi anak-anak muda yang ingin berinovasi, sebuah ide. Jadi jangan sampai juga mengekang inovasi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta pemilik kendaraan umum berbasis aplikasi online berhenti beroperasi. Hal ini diperkuat oleh adanya surat yang dia layangkan kepada Polri pada Senin, 9 November 2015. Dalam surat yang tertulis untuk kepolisian tersebut, Jonan menilai adanya sepeda motor dan mobil berbasis aplikasi yang mengangkut orang dan barang dengan memungut biaya kerap menimbulkan pro dan kontra.
0 comments:
POST A COMMENT