Pengemudi Go-Jek wanita bernama Christina Helen, berfoto selfie sambil menunggu panggilan penumpang di Bandung, 15 Agustus 2015. Pengemudi yang disebut Srikandi Go-Jek ini dapat meraup 9 hingga 13 juta per bulan dari mengojek.
Bogor - Presiden Joko Widodo merespons cepat larangan beroperasinya ojek online
oleh Kementerian Perhubungan. Jokowi berencana siang ini memanggil
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang meminta pemilik kendaraan umum
berbasis aplikasi online berhenti beroperasi. "Nanti siang saya akan panggil Menteri Perhubungan," katanya di Istana Bogor, Jumat, 18 Desember 2015.
Menurut Jokowi, ojek online, salah satunya Go-Jek, hadir karena dibutuhkan oleh masyarakat. Dia menegaskan tidak boleh ada pihak yang dirugikan dan menderita hanya karena regulasi.
"Aturan itu yang buat siapa, sih? Yang buat, kan, kita. Sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, saya kira enggak ada masalah," ujar Jokowi.
Kementerian Perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring (online), seperti Go-Jek, Uber, dan GrabTaxi, beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. Larangan itu disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis kemarin.
Larangan transportasi berbasis online oleh Kementerian Perhubungan mendapat respons negatif dari masyarakat. Dukungan terhadap aplikasi transportasi online itu banyak mengalir di dunia maya.
Ratusan pendukung menandatangani petisi online mendukung agar transportasi berbasis aplikasi tetap beroperasi dan mencabut pelarangan beroperasi yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 itu.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta agar pemilik kendaraan umum berbasis aplikasi online berhenti beroperasi. Hal ini diperkuat dengan adanya surat yang dia layangkan kepada Polri pada Senin, 9 November 2015. Dalam surat itu, Jonan menilai adanya sepeda motor maupun mobil berbasis aplikasi yang mengangkut orang maupun barang dengan memungut biaya kerap menimbulkan pro dan kontra.
Menurut Jokowi, ojek online, salah satunya Go-Jek, hadir karena dibutuhkan oleh masyarakat. Dia menegaskan tidak boleh ada pihak yang dirugikan dan menderita hanya karena regulasi.
"Aturan itu yang buat siapa, sih? Yang buat, kan, kita. Sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, saya kira enggak ada masalah," ujar Jokowi.
Kementerian Perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring (online), seperti Go-Jek, Uber, dan GrabTaxi, beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. Larangan itu disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis kemarin.
Larangan transportasi berbasis online oleh Kementerian Perhubungan mendapat respons negatif dari masyarakat. Dukungan terhadap aplikasi transportasi online itu banyak mengalir di dunia maya.
Ratusan pendukung menandatangani petisi online mendukung agar transportasi berbasis aplikasi tetap beroperasi dan mencabut pelarangan beroperasi yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 itu.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta agar pemilik kendaraan umum berbasis aplikasi online berhenti beroperasi. Hal ini diperkuat dengan adanya surat yang dia layangkan kepada Polri pada Senin, 9 November 2015. Dalam surat itu, Jonan menilai adanya sepeda motor maupun mobil berbasis aplikasi yang mengangkut orang maupun barang dengan memungut biaya kerap menimbulkan pro dan kontra.
0 comments:
POST A COMMENT