Petugas mengumpulkan rokok dan produk garmen
sebelum dibakar di Kantor Bea Cukai Jawa Tengah dan Yogyakarta di
Semarang, Jawa Tengah, 17 November 2015.
Jakarta - Sepanjang
2015, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DBC) menangani 10.009 kasus
yang terkait dengan kepabeanan. Jumlah itu meningkat 50,7 persen dari
2014 yang hanya sebanyak 6.640 kasus.
"Total potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan dari kasus-kasus yang kami tangani mencapai Rp 3,7 triliun," kata Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Harry Mulya di sela paparan kinerja DBC 2015 di kantor pusat DBC, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat, 8 Januari 2016.
Nilai potensi kerugian itu, dia menambahkan, turut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang kurang dari Rp 600 miliar. "Ini berkat peningkatan intensitas pengawasan di pintu-pintu masuk dan keluar seperti bandar udara dan pelabuhan."
Salah satu kasus yang paling menonjol pada 2015 lalu adalah impor baju bekas dan sembako. Jumlahnya meningkat 65,9 persen dari 423 kasus pada 2014 menjadi 702 kasus pada 2015. "Dampaknya positif buat industri dalam negeri," ujar Harry.
Harry mengatakan, kasus penyelundupan baju bekas ke dalam negeri pada 2015 mencapai 563 kasus. Modusnya, dia menambahkan masih sama, yakni pengiriman lewat kapal laut ke pelabuhan-pelabuhan kecil di Pantai Timur Sumatera dan Sulawesi. Total ada 2.300 ball pakaian bekas asal Malaysia senilai Rp 9,3 miliar yang disita petugas DBC.
Kasus lain yang menonjol adalah penyelundupan narkoba. Pada tahu lalu, DBC menggagalkan penyelundupan 699 kg narkoba mayoritas berjenis sabu. Jumlah itu naik 2 kali lipat dari 2014 yang hanya 316 kg. Namun, jumlah kasus narkoba tahun lalu menurun menjadi 176 kasus dari 216 kasus pada 2014.
Sama seperti pakaian bekas, Harry menjelaskan, kasus penyelundupan narkoba yang ditangani DBC kebanyakan terjadi di wilayaj perairan. "Ini didukung penambahan jumlah armada kapal patroli kami yang mencapai 189 unit."
Yang menarik, jumlah kasus tertinggi pada 2015 lalu adalah soal obat-obatan dan bahan kimia. Sepanjang 2015 ada 1.592 kasus masuknya obat-obatan dari luar negeri. Pada 2014, jumlah kasus serupa hanya 441 kasus.
Harry mengatakan, kasus terkait obat-obatan ini paling sering terjadi di bandar udara. Bentuknya, berupa penyitaan obat-obatan yang belum disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dibawa warga negara asing masuk ke Indonesia. "Bukan penyelundupan dalam jumlah besar,"ujar dia.
Peningkatan kasus juga terjadi pada rokok dan minuman beralkohol (minol). Pada 2014 kasus rokok dan minol ilegal sebanyak 1.531 kasus. Namun tahun lalu jumlahnya naik jadi 2.199 kasus. "Ini yang paling besar potensi kerugiannya," kata Harry
Menurut Harry, akibat kenaikan cukai rokok dan pembatasan minol, penyelundupan dua produk ini memang meningkat. "Kami meningkatkan pengawasan bukan hanya di hulunya, tapi sampai ke hilir."
"Total potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan dari kasus-kasus yang kami tangani mencapai Rp 3,7 triliun," kata Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Harry Mulya di sela paparan kinerja DBC 2015 di kantor pusat DBC, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat, 8 Januari 2016.
Nilai potensi kerugian itu, dia menambahkan, turut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang kurang dari Rp 600 miliar. "Ini berkat peningkatan intensitas pengawasan di pintu-pintu masuk dan keluar seperti bandar udara dan pelabuhan."
Salah satu kasus yang paling menonjol pada 2015 lalu adalah impor baju bekas dan sembako. Jumlahnya meningkat 65,9 persen dari 423 kasus pada 2014 menjadi 702 kasus pada 2015. "Dampaknya positif buat industri dalam negeri," ujar Harry.
Harry mengatakan, kasus penyelundupan baju bekas ke dalam negeri pada 2015 mencapai 563 kasus. Modusnya, dia menambahkan masih sama, yakni pengiriman lewat kapal laut ke pelabuhan-pelabuhan kecil di Pantai Timur Sumatera dan Sulawesi. Total ada 2.300 ball pakaian bekas asal Malaysia senilai Rp 9,3 miliar yang disita petugas DBC.
Kasus lain yang menonjol adalah penyelundupan narkoba. Pada tahu lalu, DBC menggagalkan penyelundupan 699 kg narkoba mayoritas berjenis sabu. Jumlah itu naik 2 kali lipat dari 2014 yang hanya 316 kg. Namun, jumlah kasus narkoba tahun lalu menurun menjadi 176 kasus dari 216 kasus pada 2014.
Sama seperti pakaian bekas, Harry menjelaskan, kasus penyelundupan narkoba yang ditangani DBC kebanyakan terjadi di wilayaj perairan. "Ini didukung penambahan jumlah armada kapal patroli kami yang mencapai 189 unit."
Yang menarik, jumlah kasus tertinggi pada 2015 lalu adalah soal obat-obatan dan bahan kimia. Sepanjang 2015 ada 1.592 kasus masuknya obat-obatan dari luar negeri. Pada 2014, jumlah kasus serupa hanya 441 kasus.
Harry mengatakan, kasus terkait obat-obatan ini paling sering terjadi di bandar udara. Bentuknya, berupa penyitaan obat-obatan yang belum disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dibawa warga negara asing masuk ke Indonesia. "Bukan penyelundupan dalam jumlah besar,"ujar dia.
Peningkatan kasus juga terjadi pada rokok dan minuman beralkohol (minol). Pada 2014 kasus rokok dan minol ilegal sebanyak 1.531 kasus. Namun tahun lalu jumlahnya naik jadi 2.199 kasus. "Ini yang paling besar potensi kerugiannya," kata Harry
Menurut Harry, akibat kenaikan cukai rokok dan pembatasan minol, penyelundupan dua produk ini memang meningkat. "Kami meningkatkan pengawasan bukan hanya di hulunya, tapi sampai ke hilir."
0 comments:
POST A COMMENT