MPI-GIAK.COM – Proyek pembangunan kereta cepat rencananya tetap akan mulai dikembangkan pada akhir bulan ini. Meski, ada banyak pihak yang merasa bahwa pembangunan kereta berkecepatan 250 kilometer per jam yang akan menempuh jarak Jakarta-Bandung ini bukan suatu proyek urgen untuk masyarakat.
Farid Gaban salah satu wartawan senior yang kini menjadi editor Geo Times,menyampaikan alasannya menolak proyek pembangunan kereta yang menghabiskan dana US$ 5,5 miliar ini.
Alasan pertama yang diungkapkan Farid adalah Ia menganggap ada unsur manipulatif dalam memutuskan jenis proyek ini. Meski Presiden dan menteri-menterinya selalu mengatakan bahwa proyek ini adalah murni swasta alias tidak menggunakan dana APBN, namun melihat keterlibatan perusahaan negara (BUMN) dalam konsorsium adalah suatu fakta yang sulit diabaikan untuk melihat proyek ini ada campur tangan segelintir pihak dari pemerintahan.
Farid mengatakan memang tidak secara langsung APBN mendanai proyek ini, namun dengan keterlibatan BUMN didalamnya secara tidak langsung negara ikut bermain lewat penyertaan modal ke BUMN tersebut. Ia menduga kenapa jajaran pemerintahan senada menyebut proyek ini sebagai proyek swasta murni karena pemerintah sebenarnya sadar akan ketidakurgensian publik pembangunan ini atau kecil kandungan maslahatnya bagi publik. Melemparkan proyek ini ke swasta murni juga dapat dijadikan alasan pemerintah untuk lari dari tuntutan akuntabilitas publik.
Alasan kedua yang diungkapkan Farid adalah keterlibatan swasta dalam sistem transportasi publik lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya. Dirinya menyatakan tidak serta merta anti terhadap inisiatif swasta, namun menurutnya swasta harus ditempatkan pada sektor-sektor yang tidak menyangkut publik secara luas. Transportasi publik adalah urusan vital yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara, maka harus didanai dengan anggaran publik. Jika dibangun oleh swasta murni, bukan tidak mungkin namanya akan berubah menjadi transportasi privat.
Ketiga, Farid menegaskan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak menjadi prioritas. Menurutnya banyak di daerah lain terutama di luar Jawa yang lebih membutuhkan pembangunan transportasi publik.
Alasan keempat adalah Farid menganggap pembangunan ini akan memicu ketimpangan yang makin melebar. Proyek kereta cepat hanya merupakan kedok dari proyek perluasan real-estate, yang meminggirkan sektor pertanian dan perkebunan; memicu naiknya harga tanah dan mempermiskin rakyat kebanyakan.
Tak hanya potensial memicu keresahan sosial, ketimpangan akan memicu urbanisasi. Kereta cepat akan menggenapkan penyatuan Jakarta-Bandung menjadi metropolitan besar, sekaligus menjadikannya magnet besar urbanisasi. Alih-alih memecahkan kemacetan, kereta cepat justru memperburuk.
Terakhir, Farid sendiri tidak percaya investasi asing adalah transfer pengetahuan dan teknologi yang membuat kita menjadi bangsa mandiri. Berkaca dari Freeport, investasi asing di pertambangan justru membawa kita pada ketergantungan berkelanjutan berpuluh tahun. Lihat pula Toyota, misalnya, investasi asing industri otomotif puluhan tahun tak membuat kita mandiri.
Kelima hal tersebut yang dituturkan Farid sebagai dasar alasannya menolak proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
0 comments:
POST A COMMENT