Senin, 14 Desember 2015 | 05:14 WIB
TEMPO.CO, Semarang
- Pengurus Partai Golkar Jawa Tengah mengakui telah gagal dalam
mengarungi kompetisi perebutan jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah
di wilayahnya melalui pilkada 2015.
Bendahara Partai Golkar Jawa Tengah, Sasmito, menyatakan kegagalan itu dampak dari konflik berkepanjangan pengurus pusat yang menjelar ke daerah-daerah.
“Dari 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang menggelar pilkada, partai hanya berhasil menang di empat daerah,” kata Sasmito kepada Tempo di Semarang, Minggu, 13 Desember 2015.
Padahal di 21 Pilkada di Jawa Tengah, Partai Golkar mendukung calon di 12 daerah. Dari empat daerah yang menang, itupun tidak semua kader/pengurus Golkar. Tapi mereka adalah kader partai lain tapi Golkar ikut mendukung.
Empat daerah yang Partai Golkar menang adalah Demak (pasangan Natsir-Joko Sutanto), Kabupaten Purworejo (pasangan Agus Bastian-Yuli Hastuti), Kabupaten Wonogiri (Joko Sutopo-Edy Santoso), dan Solo (FX Hadi Rudyatmo-Achmad Purnomo).
Sasmito menambahkan sebenarnya ada satu lagi yang menang tapi masih belum ada kepastian karena selisih suara sangat tipis, yakni di Kabupaten Pekalongan.
Jika dibandingkan dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera, kemenangan Golkar kalah jauh. Di Jawa Tengah, PDIP mengklaim berhasil menang di 14 daerah. Itupun hampir semuanya kader PDIP. Adapun PKS mengklaim menang di 10 daerah, meski PKS hanya ikut mengusung karena calonnya bukan kader PKS.
Sasmito semakin sedih karena beberapa basis Golkar ternyata kalah dalam pilkada. Selama ini, kepala daerah di daerah-daerah tersebut diduduki kader Partai Golkar tapi akhirnya lepas. Bahkan, meski Golkar mengusung inkumben tapi juga tetap kalah. Seperti di Sragen mengusung calon inkumben Agus Fathurrahman-Djoko Suprapto, di Kabupateen Purwodadi (Icek Baskoro-Sugeng Prasetyo), dan Kota Pekalongan (Dwi Heri Wibawa-Sutarip Tulis).
Sasmito menilai kegagalan Golkar di Pilkada 2015 ini gara-gara konflik berkepanjangan. Bahkan, kader Golkar tidak solid dan cenderung saling bermusuhan. Akibatnya, yang dirugikan adalah partai sendiri.
Konflik Golkar merembet ke daerah menyusul adanya dua kepengurusan di tingkat pusat, yakni kubu Abu Rizal Bakrie dan Agung Laksono. Meski menjelang pilkada keduanya sempat bersatu untuk mengusung calon pilkada bersama, tapi ternyata itu tetap membuat Golkar di daerah tidak solid.
Sasmito mendesak pengurus pusat untuk segera mengakhiri konflik internal. Sasmito juga meminta agar ada penataan manajerial partai menuju ke arah profesional. “Jika tidak maka Golkar akan semakin terbenam di Pilkada 2017 dan 2018 hingga Pemilu 2019,” kata Sasmito.
Bendahara Partai Golkar Jawa Tengah, Sasmito, menyatakan kegagalan itu dampak dari konflik berkepanjangan pengurus pusat yang menjelar ke daerah-daerah.
“Dari 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang menggelar pilkada, partai hanya berhasil menang di empat daerah,” kata Sasmito kepada Tempo di Semarang, Minggu, 13 Desember 2015.
Padahal di 21 Pilkada di Jawa Tengah, Partai Golkar mendukung calon di 12 daerah. Dari empat daerah yang menang, itupun tidak semua kader/pengurus Golkar. Tapi mereka adalah kader partai lain tapi Golkar ikut mendukung.
Empat daerah yang Partai Golkar menang adalah Demak (pasangan Natsir-Joko Sutanto), Kabupaten Purworejo (pasangan Agus Bastian-Yuli Hastuti), Kabupaten Wonogiri (Joko Sutopo-Edy Santoso), dan Solo (FX Hadi Rudyatmo-Achmad Purnomo).
Sasmito menambahkan sebenarnya ada satu lagi yang menang tapi masih belum ada kepastian karena selisih suara sangat tipis, yakni di Kabupaten Pekalongan.
Jika dibandingkan dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera, kemenangan Golkar kalah jauh. Di Jawa Tengah, PDIP mengklaim berhasil menang di 14 daerah. Itupun hampir semuanya kader PDIP. Adapun PKS mengklaim menang di 10 daerah, meski PKS hanya ikut mengusung karena calonnya bukan kader PKS.
Sasmito semakin sedih karena beberapa basis Golkar ternyata kalah dalam pilkada. Selama ini, kepala daerah di daerah-daerah tersebut diduduki kader Partai Golkar tapi akhirnya lepas. Bahkan, meski Golkar mengusung inkumben tapi juga tetap kalah. Seperti di Sragen mengusung calon inkumben Agus Fathurrahman-Djoko Suprapto, di Kabupateen Purwodadi (Icek Baskoro-Sugeng Prasetyo), dan Kota Pekalongan (Dwi Heri Wibawa-Sutarip Tulis).
Sasmito menilai kegagalan Golkar di Pilkada 2015 ini gara-gara konflik berkepanjangan. Bahkan, kader Golkar tidak solid dan cenderung saling bermusuhan. Akibatnya, yang dirugikan adalah partai sendiri.
Konflik Golkar merembet ke daerah menyusul adanya dua kepengurusan di tingkat pusat, yakni kubu Abu Rizal Bakrie dan Agung Laksono. Meski menjelang pilkada keduanya sempat bersatu untuk mengusung calon pilkada bersama, tapi ternyata itu tetap membuat Golkar di daerah tidak solid.
Sasmito mendesak pengurus pusat untuk segera mengakhiri konflik internal. Sasmito juga meminta agar ada penataan manajerial partai menuju ke arah profesional. “Jika tidak maka Golkar akan semakin terbenam di Pilkada 2017 dan 2018 hingga Pemilu 2019,” kata Sasmito.
0 comments:
POST A COMMENT