Minggu, 13 Desember 2015 | 09:21 WIB
Ilustrasi biji kopi.
Surabaya - Industri kopi
turut merasakan beratnya kenaikan upah minimum buruh setiap tahun.
Untuk mengatasinya bos Kapal Api, Soedomo Mergonoto, mengaku memilih
menggunakan teknologi agar produksi tetap berjalan.
“Mau enggak mau supaya meningkat dan efisien, kami pakai robot,” kata CEO PT Santos Jaya Abadi itu kepada Tempo setelah menjadi pembicara dalam Temu Jaringan Saudagar Muhammadiyah di Surabaya, Sabtu, 12 Desember 2015.
Soedomo mengatakan otomatisasi menggunakan robot itu dilakukan untuk menghindari tingginya angka UMK yang terus naik. Efisiensi tersebut bakal mengurangi 60 persen tenaga kerja. Namun ia akan menerapkan teknologi robot pada perusahaannya secara bertahap. “Mungkin butuh waktu tiga-empat tahun lagi,” ujarnya.
Sementara itu di sektor hulu, Soedomo menggunakan strategi lain. Ia memilih menerapkan semacam corporate social responsibility, seperti yang dilakukannya terhadap para pekerja perkebunan kopi milik Kapal Api di Toraja, Sulawesi Selatan.
“Saya ambil satu kebijakan, tiap karyawan saya berikan lahan tiga hektare untuk dikelola sendiri tanpa ada UMR lagi. Nanti hasilnya kami tampung sesuai harga pasar,” kata Soedomo. Sedangkan di waktu senggang, perusahaannya memberikan mereka dana untuk beternak kambing, sapi, kerbau, atau babi.
Pria kelahiran Surabaya itu sempat membeberkan minimnya perusahaan kopi yang memiliki perkebunan sendiri. Ia menyebut, susahnya menjadi petani kopi di tengah tuntutan kenaikan UMK.
“Perusahaan yang menanam kopi sekarang enggak ada. Karena UMR tiap tahun naik, sedangkan kalau kopi metiknya satu-satu.” Para pemetik kopi tersebut mendorong faktor biaya menjadi mahal.
Meski begitu, 2015 bukan tahun yang terlalu buruk bagi industri kopi. Soedomo optimistis, PT Santos Jaya Abadi meraup kenaikan omzet hingga akhir Desember nanti. “Kalau untuk kopi tidak ada gangguan. Pendapatan kami meningkat 10 persen sampai akhir tahun ini,” ujarnya.
“Mau enggak mau supaya meningkat dan efisien, kami pakai robot,” kata CEO PT Santos Jaya Abadi itu kepada Tempo setelah menjadi pembicara dalam Temu Jaringan Saudagar Muhammadiyah di Surabaya, Sabtu, 12 Desember 2015.
Soedomo mengatakan otomatisasi menggunakan robot itu dilakukan untuk menghindari tingginya angka UMK yang terus naik. Efisiensi tersebut bakal mengurangi 60 persen tenaga kerja. Namun ia akan menerapkan teknologi robot pada perusahaannya secara bertahap. “Mungkin butuh waktu tiga-empat tahun lagi,” ujarnya.
Sementara itu di sektor hulu, Soedomo menggunakan strategi lain. Ia memilih menerapkan semacam corporate social responsibility, seperti yang dilakukannya terhadap para pekerja perkebunan kopi milik Kapal Api di Toraja, Sulawesi Selatan.
“Saya ambil satu kebijakan, tiap karyawan saya berikan lahan tiga hektare untuk dikelola sendiri tanpa ada UMR lagi. Nanti hasilnya kami tampung sesuai harga pasar,” kata Soedomo. Sedangkan di waktu senggang, perusahaannya memberikan mereka dana untuk beternak kambing, sapi, kerbau, atau babi.
Pria kelahiran Surabaya itu sempat membeberkan minimnya perusahaan kopi yang memiliki perkebunan sendiri. Ia menyebut, susahnya menjadi petani kopi di tengah tuntutan kenaikan UMK.
“Perusahaan yang menanam kopi sekarang enggak ada. Karena UMR tiap tahun naik, sedangkan kalau kopi metiknya satu-satu.” Para pemetik kopi tersebut mendorong faktor biaya menjadi mahal.
Meski begitu, 2015 bukan tahun yang terlalu buruk bagi industri kopi. Soedomo optimistis, PT Santos Jaya Abadi meraup kenaikan omzet hingga akhir Desember nanti. “Kalau untuk kopi tidak ada gangguan. Pendapatan kami meningkat 10 persen sampai akhir tahun ini,” ujarnya.
0 comments:
POST A COMMENT