Suasana kawasan bisnis ibukota dilihat dari kawasan Senayan, Jakarta, Senin (15/10). ANTARA/Andika Wahyu
Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat menanyakan perkembangan
pengelolaan aset negara termasuk kawasan Gelora Bung Karno dan Kompleks
Kemayoran. Anggota komisi dari Partai Amanat Nasional Yandri Susanto
mencium dugaan terjadinya bancakan hasil pengelolaan aset tersebut. ”Ini
pusat bisnis menggiurkan tapi pemasukan sangat kecil bahkan merugi. Ini
aneh,” ujar Yandri dalam rapat dengan Kementerian Sekretariat Negara di
Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 2 Februari 2015.
DPR pernah membentuk panitia kerja membahas aset dan penerimaan negara. DPR meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) dan Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK).
Tamanuri, anggota komisi dari Partai NasDem, mengatakan bahwa di seputar kawasan stadion GBK kini sudah banyak berdiri pusat perbelanjaan dan hotel. Dia mempertanyakan perubahan di kawasan itu apakah tetap dikelola negara atau tidak. ”Kalau lihat dari target pendapatan non-pajak sudah lumayan, tapi dari sisi aset pendapatan kurang besar. Bagaimana ini?” ujar Tamanuri. Ia meminta pemerintah membentuk badan khusus pengelolaan aset negara.
Tagore Abu Bakar dari fraksi PDI Perjuangan mencurigai adanya pemasukan yang tak disetorkan ke negara. Ia mengingatkan bahwa kawasan ini adalah aset yang dikelola untuk kepentingan negara. ”Saya menduga ada yang aneh, dan itu justru tak disetorkan,” kata dia.
Adapun Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan masih menunggu hasil audit BPKP. Menurut dia, pekan ini BPKP berjanji menyerahkan hasilnya. ”Hasil audit itu akan jadi rujukan kami untuk mengelola aset,” kata Pratikno.
Ia menolak pendirian badan pengelolaan aset baru karena masalah keuangan dan pengelolaan aset ditangani oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Sementara Sekretariat Negara hanya menginventarisasi aset berdasarkan satuan kerja.
Direktur Utama Pengelola Gelora Bung Karno Novel Hasan menjelaskan, banyak perjanjian lama soal aset yang statis. Para mitra kerja menganggap perjanjian sebagai undang-undang sehingga tak diperbarui. ”Tak semua aset komersial. Dari 35 persen aset yang dikelola mitra ditandatangani beberapa tahun lalu. Sekarang seharusnya tak ada perjanjian baru. Mereka beranggapan perjanjian tersebut sudah jadi undang-undang," kata dia.
Novel menjelaskan, aset di GBK seluruhnya mencapai 279,1 hektare yang dibagi menjadi beberapa penggunaan. Pertama dipakai Kementerian atau lembaga seluas 21,6 persen. Dikelola Persatuan Bulutangkis. Dikelola PPK GBK 19,75 persen namun tidak memperoleh kontribusi atau komersial. Ada lagi lahan yang dikerjasamakan yakni mitra 35,1 persen dan lain-lain 10,2 persen yang dimiliki masyarakat (hak guna bangunan), misalnya Bank Panin dan Ratu Plaza.
Ia menjelaskan, pihaknya terus mengupayakan renegoisasi tetap jalan tapi harus ada hal-hal yang dipertimbangkan. ”Kami tak sembarangan,” ujar dia. Ia menyebut nilai aset GBK tahun 2008 Rp 49 triliun dan mendapat opini wajar dan Pendapatan Negara Bukan Pajak GBK mencapai Rp 199,7 miliar.
DPR pernah membentuk panitia kerja membahas aset dan penerimaan negara. DPR meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) dan Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK).
Tamanuri, anggota komisi dari Partai NasDem, mengatakan bahwa di seputar kawasan stadion GBK kini sudah banyak berdiri pusat perbelanjaan dan hotel. Dia mempertanyakan perubahan di kawasan itu apakah tetap dikelola negara atau tidak. ”Kalau lihat dari target pendapatan non-pajak sudah lumayan, tapi dari sisi aset pendapatan kurang besar. Bagaimana ini?” ujar Tamanuri. Ia meminta pemerintah membentuk badan khusus pengelolaan aset negara.
Tagore Abu Bakar dari fraksi PDI Perjuangan mencurigai adanya pemasukan yang tak disetorkan ke negara. Ia mengingatkan bahwa kawasan ini adalah aset yang dikelola untuk kepentingan negara. ”Saya menduga ada yang aneh, dan itu justru tak disetorkan,” kata dia.
Adapun Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan masih menunggu hasil audit BPKP. Menurut dia, pekan ini BPKP berjanji menyerahkan hasilnya. ”Hasil audit itu akan jadi rujukan kami untuk mengelola aset,” kata Pratikno.
Ia menolak pendirian badan pengelolaan aset baru karena masalah keuangan dan pengelolaan aset ditangani oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Sementara Sekretariat Negara hanya menginventarisasi aset berdasarkan satuan kerja.
Direktur Utama Pengelola Gelora Bung Karno Novel Hasan menjelaskan, banyak perjanjian lama soal aset yang statis. Para mitra kerja menganggap perjanjian sebagai undang-undang sehingga tak diperbarui. ”Tak semua aset komersial. Dari 35 persen aset yang dikelola mitra ditandatangani beberapa tahun lalu. Sekarang seharusnya tak ada perjanjian baru. Mereka beranggapan perjanjian tersebut sudah jadi undang-undang," kata dia.
Novel menjelaskan, aset di GBK seluruhnya mencapai 279,1 hektare yang dibagi menjadi beberapa penggunaan. Pertama dipakai Kementerian atau lembaga seluas 21,6 persen. Dikelola Persatuan Bulutangkis. Dikelola PPK GBK 19,75 persen namun tidak memperoleh kontribusi atau komersial. Ada lagi lahan yang dikerjasamakan yakni mitra 35,1 persen dan lain-lain 10,2 persen yang dimiliki masyarakat (hak guna bangunan), misalnya Bank Panin dan Ratu Plaza.
Ia menjelaskan, pihaknya terus mengupayakan renegoisasi tetap jalan tapi harus ada hal-hal yang dipertimbangkan. ”Kami tak sembarangan,” ujar dia. Ia menyebut nilai aset GBK tahun 2008 Rp 49 triliun dan mendapat opini wajar dan Pendapatan Negara Bukan Pajak GBK mencapai Rp 199,7 miliar.
0 comments:
POST A COMMENT