Ia mengaku hanya minum obat pelancar menstruasi bukan penggugur janin.
Jum'at, 22 Januari 2016 | 07:35 WIB
SURABAYA - Ada
saja cerita dikarang Iskawati, terdakwa perkara dugaan pembunuhan
terhadap bayinya sendiri. Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Surabaya, wanita lajang 35 tahun asal Waru, Sidoarjo, itu mengaku hanya
meminum obat pelancar menstruasi, bukan pengugur janin atau bayi.
Wati, begitu panggilan terdakwa, menceritakan bahwa dia membangun
hubungan gelap dengan Hendra Sidharta setahun terakhir. Selama
berpacaran, Hendra kerap menginap di tempat indekos terdakwa di
Surabaya.
"Tiga kali dalam seminggu (Hendra) menginap di kos dan berhubungan intim," kata terdakwa Wati di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Bayu Isdiyatmoko di PN Surabaya, kemarin.
Berulang kali berhubungan badan, Wati pun akhirnya berbadan dua. Tapi, wanita yang bekerja di Valas itu mengaku tidak pernah tahu kalau tengah mengandung. Dia beralasan mengalami menstruasi yang tidak lancar.
"Saya tidak tahu kalau hamil," kelit dia.
Wati mengaku, karena telat bulan, dia kemudian menghubungi temannya yang bekerja di farmasi, Rudi, untuk mencarikan obat pelancar menstruasi. Sore hari, Rudi memberikan obat yang diminta, dan Wati langsung meminumnya.
Malamnya, lanjut Wati, dia merasakan mulas di perut. Dia juga sering buang air kecil. Lama-lama, bukan air seni yang keluar, tapi darah sekaligus janin di dalam perutnya ikut keluar.
"Saya rasakan mulas empat jam setelah minum obat," ujarnya.
Saat bercerita, tidak ada mimik penyesalan tergambar di wajah terdakwa. Bahkan dia sesekali menyunggingkan senyum. Hal itu memancing heran Majelis Hakim dan mencurigai terdakwa berbohong.
Hakim Bayu dan Tinuk menegur agar terdakwa memberikan keterangan jujur, karena itu bisa meringankan hukuman. Bayu bahkan mengkroscek keterangan terdakwa dengan berita acara pemeriksaan (BAP). Dalam BAP terdakwa mengaku membeli sendiri obat penggugur kandungan di kawasan Dolly, bukan obat pelancar menstruasi.
"Keterangan Anda berbeda dengam BAP. Mana yang benar?" tanya hakim Bayu.
Mulanya, terdakwa tetap bersikukuh dengan keterangannya semula bahwa dia tidak tahu kalau hamil dan hanya meminum obat menstruasi. Setelah didesak dan diancam hukuman berat jika berbohong, terdakwa akhirnya mengakui perbuatan melanggar hukumnya.
Terdakwa menceritakan ulang bahwa dia sebenarnya tahu kalau hamil. Karena belum menikah, dia resah. Terdakwa lantas menghubungi Rudi dan bertanya di mana membeli obat penggugur janin.
"Setelah tahu alamatnya, saya beli obat sendiri," ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Wati, usaha menggugurkan janin gagal. Darah dagingnya yang berjenis kelamin perempuan lahir dengan selamat dan sempat menangis lima menit, meski dilahirkan paksa.
"Setelah diam saya bungkus dengan daster," katanya.
Wati kemudian naik ke loteng lantai empat tempat indekosnya, dan membuang bayinya di belakang gedung indekosnya dengan cara dilempar hingga ditemukan meninggal. Usai sidang, terdakwa melenggang tenang menuju ruang tahanan Pengadilan.
Untuk diketahui, perkara ini bermula ketika warga dikejutkan penemuan bayi tanpa nyawa di belakang sebuah rumah di Taman Hunjan Satelit III Blok C, Surabaya, Agustus 2015 lalu. Setelah ditelusuri, bayi tersebut ternyata milik Iskawati yang dibuang karena hasil luar nikah.
"Tiga kali dalam seminggu (Hendra) menginap di kos dan berhubungan intim," kata terdakwa Wati di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Bayu Isdiyatmoko di PN Surabaya, kemarin.
Berulang kali berhubungan badan, Wati pun akhirnya berbadan dua. Tapi, wanita yang bekerja di Valas itu mengaku tidak pernah tahu kalau tengah mengandung. Dia beralasan mengalami menstruasi yang tidak lancar.
"Saya tidak tahu kalau hamil," kelit dia.
Wati mengaku, karena telat bulan, dia kemudian menghubungi temannya yang bekerja di farmasi, Rudi, untuk mencarikan obat pelancar menstruasi. Sore hari, Rudi memberikan obat yang diminta, dan Wati langsung meminumnya.
Malamnya, lanjut Wati, dia merasakan mulas di perut. Dia juga sering buang air kecil. Lama-lama, bukan air seni yang keluar, tapi darah sekaligus janin di dalam perutnya ikut keluar.
"Saya rasakan mulas empat jam setelah minum obat," ujarnya.
Saat bercerita, tidak ada mimik penyesalan tergambar di wajah terdakwa. Bahkan dia sesekali menyunggingkan senyum. Hal itu memancing heran Majelis Hakim dan mencurigai terdakwa berbohong.
Hakim Bayu dan Tinuk menegur agar terdakwa memberikan keterangan jujur, karena itu bisa meringankan hukuman. Bayu bahkan mengkroscek keterangan terdakwa dengan berita acara pemeriksaan (BAP). Dalam BAP terdakwa mengaku membeli sendiri obat penggugur kandungan di kawasan Dolly, bukan obat pelancar menstruasi.
"Keterangan Anda berbeda dengam BAP. Mana yang benar?" tanya hakim Bayu.
Mulanya, terdakwa tetap bersikukuh dengan keterangannya semula bahwa dia tidak tahu kalau hamil dan hanya meminum obat menstruasi. Setelah didesak dan diancam hukuman berat jika berbohong, terdakwa akhirnya mengakui perbuatan melanggar hukumnya.
Terdakwa menceritakan ulang bahwa dia sebenarnya tahu kalau hamil. Karena belum menikah, dia resah. Terdakwa lantas menghubungi Rudi dan bertanya di mana membeli obat penggugur janin.
"Setelah tahu alamatnya, saya beli obat sendiri," ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Wati, usaha menggugurkan janin gagal. Darah dagingnya yang berjenis kelamin perempuan lahir dengan selamat dan sempat menangis lima menit, meski dilahirkan paksa.
"Setelah diam saya bungkus dengan daster," katanya.
Wati kemudian naik ke loteng lantai empat tempat indekosnya, dan membuang bayinya di belakang gedung indekosnya dengan cara dilempar hingga ditemukan meninggal. Usai sidang, terdakwa melenggang tenang menuju ruang tahanan Pengadilan.
Untuk diketahui, perkara ini bermula ketika warga dikejutkan penemuan bayi tanpa nyawa di belakang sebuah rumah di Taman Hunjan Satelit III Blok C, Surabaya, Agustus 2015 lalu. Setelah ditelusuri, bayi tersebut ternyata milik Iskawati yang dibuang karena hasil luar nikah.
0 comments:
POST A COMMENT